Ibnu taimiyah terkenal dengan syaikhul islam yang pandai dia adalah sala satu ilmuan islam yang sangat populer bagai mana ibnu taimiyah menyikapi tentang permasalahan Ekonomi sehinggah masyarakat tidak terjerumus pada sebuah penghidupan yang dapat menghantarkan pada siksa Mari kita simak Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Taimiyyah
A. Biografi Ibnu Taimiyyah
Ibnu taimiyyah yang bernama lengkap
Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim lahir dikota Harran pada tanggal 22 Januari
1263 M (10 Rabiul awwal 661 H). ia berasal dari keluarga yang berpendidikan
tinggi. Ayah, paman dan kakeknya merupakan ulama besar mazhab Hanbali dan
penulis sejumlah buku.
Berkat kecerdasan dan kejeniusannya,
Ibnu Taimiyah yang masih berusia sangat muda telah mampu menamatkan sejumlah
mata pelajaran, seperti tafsir, hadits, fiqih, matematika dan filsafat, serta menjadi yang terbaik diantara teman-teman
seperguruannya. Guru Ibnu Taimiyah berjumlah 200 orang, diantarannya adalah
Syamsuddin Al-Maqdisi, Ahmad bin Abu Al-khoir, Ibn Abi Al-Yusr, dan Al- Kamal
bin Abdul Majd bin Asakir.
Kehidupan Ibnu Taimiyah tidak hanya terbatas
pada dunia buku dan kata-kata. Ketika kondisi menginginkannya, tanpa ragu-ragu
ia turut serta dalam dunia politik dan urusan public. Dengan kata lain,
keistimewaan diri Ibnu Taimiyah tidak hanya terbatas pada kepiawaiannya dalam
menulis dan berpidato, tetapi juga mencakup keberaniannya dalam berlaga dimedan
perang.
Penghormatan yang lebih besar yang
diberikan masyarakat dan pemerintah kepada Ibnu Taimiyah membuat sebagian orang merasa iri dan
berusaha untuk menjatuhkan dirinya. Sejarah mencatat bahwa sepanjang hidupnya,
Ibnu Taimiyah telah menjalani masa tahanan sebanyak empat kali akibat fitnah
yang dilontarkan para penentangnya.
Selama dalam tahanan Ibnu Taimiyah
tidak pernah berhenti untuk menulis dan mengajar. Bahkan, ketika penguasa
mencabut haknya untuk menulis dengan cara mengambil pena dan kertasnya, ia
tetap menulis dengan menggunakan batu arang. Ibnu Taimiyah meninggal dunia
didalam tahanan pada tanggal 26 September 1328 M (20 Dzul Qaidah 728 H) setelah
mengalami perlakuan yang sangat kasar selama lima bulan.
B.
Pemikiran Ekonomi Ibnu Taimiyah
Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah
banyak diambil dari berbagai karya
tulisnya, antara lain Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam, as-Syar’iyyah fi
Ishlah ar-Ra’I wa ar-Ra’iyah dan al-Hisbah fi al-Islam.
1. Harga yang Adil, Mekanisme Pasar dan Regulasi
Harga
a. Harga yang Adil
Konsep harga yang adil pada
hakikatnya telah ada dan digunakan sejak awal kehadiran Islam. Al-Quran sendiri
sangat menekankan keadilan dalam setiap aspek kehidupan umat manusia. Oleh
karena itu, adalah hal yang wajar jika keadilan juga diwujudkan dalam aktivitas
pasar, khususnya harga. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah Saw. menggolongkan
riba sebagai penjualan yang terlalu mahal yang melebihi kepercayaan para
konsumen.
Istilah harga adil telah disebutkan
dalam beberapa hadits nabi dalam konteks kompensasi seorang pemilik, misalnya
dalam kasus seorang majikan yang membebaskan budaknya. Dalam hal ini, budak
tersebut menjadi manusia merdeka dan pemiliknya memperoleh sebuah kompensasi
dengan hara yang adil (qimah al-adl).
Secara umum, para fuqoha ini
berfikir bahwa harga yang adil adalah harga yang dibayar untuk objek yang
serupa. Oleh karena itu, mereka lebih mengenalnya sebagai harga yang setara
(tsaman al-mitsl). Ibnu Taimiyah tampaknya orang yang pertama kali menaruh
perhatian khusus terhadap permasalahan harga yang adil.
Konsep Ibnu Taimiyah mengenai
kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) tidak sama dengan harga yang adil
(tsaman al-mitsl). Persoalan tentang kompensas yang adil atau setara (‘iwadh
al-mitsl) muncul ketika mengupas persoalan kewajiban moral dan hukum.
Menurutnya, prinsip-prinsip ini terkandung dalam beberapa kasus berikut:
(a) Ketika seseorang harus bertanggung jawab
karena membahayakan orang lain atau merusak harta dan keuntungan.
(b) Ketika seseorang mempunyai kewajiban untuk
membayar kembali sejumlah barag atau keuntunganyang setara atau membayar ganti
rugi terhadap luka-luka sebagian orang lain.
(c) Ketika seseorang diminta untuk menentukan
akad yang rusak (al-‘ukud al-fasidah) dan akad yang shahih (al-uqud
al-shahihah) dalam suatu peristiwa yang menyimpang dalam kehidupan dan hak
milik.
Prinsip umum yang sama berlaku pada
pembayaran iuran kompensasi lainnya. Misalnya :
(a) Hadiah yang diberikan oleh gubernur kepada
orang-orang Muslim, anak-anak yatim dan wakaf.
(b) Kompensasi oleh sgen bisnis yang menjadi
wakil untuk melakukan pembayaran kompensasi.
(c) Pemberian upah oleh atau kepada rekan bisnis
(al-musyarik wa al-mudharib)
Konsep
Upah yang Adil
Pada abad pertengahan, konsep upah
yang adil dimaksudkan sebagai tingkat upah yang wajib diberikan kepada para
pekerja sehingga mereka dapat hidup secara layak ditengah-tengah masyarakat.
Berkenaan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengacu pada tingkat harga yang berlaku
dipasar tenaga kerja (tas’ir fil a’mal) dan menggunakan istilah upah yang
setara (ujrah al-mitsl).
Seperti halnya harga, prinsip dasar
yang menjadi objek observasi dalam menentukan suatu tingkat upah adalah
definisi menyeluruh tentang kualitas dan kuantitas. Harga dan upah, ketika
keduannya tidak pasti dan tidak ditntukan atau tidak dispesifikasikan dan tidak
diketahui jenisnya, merupakan hal yang samar dan penuh dengan spekulasi.
Konsep
Laba yang Adil
Ibnu taimiyah mengakui ide tentang
keuntungan yang merupakan motivasi para pedagang. Menurutnya, para pedagang
berhak memperoleh keuntungan melalui cara-cara yang dapat diterima secara umum
(al-ribh al ma’ruf) tanpa merusak kepentingan dirinya sendiri dan kepentingan
para pelanggannya.
Berdasarkan definisi harga yang adil,
Ibnu Taimiyah mendefinisikan laba yang adil sebagai laba normal yang secara
umum diperoleh dari jenis perdagangan tertentu, tanpa merugikan orang lain. Ia
menentang keuntungan yang tidak lazim, bersifat eksploitatif (gaban fahisy)
dengan memanfaatka ketidakpedulian masyarakat terhadap kondisi pasar yang ada
(mustarsil).
Relevansi
Konsep Harga Adil dan Laba yang Adil Bagi Masyarakat
Tujuan utama dari harga yang adil
dan berbagai permasalahan lain yang terkait adalah untuk menegakan keadilan
dalam bertransaksi pertukaran dan berbagai hubungan lainya di antara anggota
masyarakat.kedua konsep ini juga dimaksudkan sebagai panduan bagi para penguasa
untuk melindungi masyarakat dari berbagai tindakan eksploitatif.dengan kata
lain,pada hakikatnya konsep ini akan lebih memudahkan bagi masyarakat dalam
mempertemukan kewajiban moral dengan kewajiban finansial.
Dalam pandangan Ibnu Taimiyah,adil
bagi para pedagang berarti barang~barang dagangan mereka tidak dipaksa untuk
dijual pada tingkat harga yang dapat menghilang keuntungan normal mereka.
b. Mekanisme pasar
Ibnu Taimiyah memiliki sebuah
pemahaman yang jelas tentang bagaimana, dalam suatu pasar bebas, harga
ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.
Ibnu Taimiyah menyebutkan dua sumber
persedian, yakni produksi local dan impor barang~barang yang diminta (mayukhlaq
aw yujlab Min dzalik al~mal al~matlub). Untuk menggambarkan permintaanterhadap
suatu barang tertentu,ia menggunakan istilah raghbah fial~syai yang berarti
hasrat terhadap sesuatu,yakni barang. Hasrat merupakan salah satu factor
terpenting dalam permintaan, factor lainya adalah pendapatan yang tidak
disebutkan oleh Ibnu Taimiyah perubahan dalam supply digambarkanya sebagai
kenaikan atau penurunandalam persediaan barang-barang, yang di sebabkan oleh
dua factor,yakni produksi local dan impor.
Ibnu Taimiyah mencatat beberapa
factor yang memengaruhi permintaan serta konsekuensinya terhadap harga, yaitu :
1) keinginan masyarakat (raghbah) terhadap
berbagai jenis barang yang
berbeda
dan selalu berubah-ubah.
2) Jumlah para peminat (tullab) terhadap suatu
barang.
3) Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu
barang serta besar atau kecilnya tingkat dan ukuran kebutuhan.
4) kualitas pembeli jika pembeli adalah
seorang yang kaya dan terpercaya
dalam
membayar utang,harga yang diberikan lebih rendah.
5) Jenis uang yang digunakan dalam transaksi.
6) Tujuan transaksi yng menghendaki adanya
kepemilikan resiprokal di
Antara
kedua belah pihak
7) Besar kecilnya biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen atau penjual
c. Regulasi harga
Setelah menguraikan secara panjang
lebar tentang konsep harga yang adil dan mekanisme pasar, Ibnu Taimiyah
melanjutkan pembahasan dengan pemaparan secara detail mengenai konsep kebijakan
pengendalian harga oleh pemerintah. seperti yang akan terlihat , tujuan
regulasi harga adalah untuk menegakan
keadilan serta memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Ibnu Taimiyah membedakan dua jenis
penetapan harga,yakni penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum serta
penetapan harga yang adil dan sah menurut hukum.penetapan harga yang tidak adil
dan cacat hukum adalah penetapan harga yang dilakukan pada saat kenaikan
harga-harga terjadi akibat persaingan pasar bebas, yakni kelangkaan supply atau
kenaikan demand.
1) Pasar yang tidak sempurna
Di samping dalam kondisi kekeringan
dan perang, Ibnu Taimiyah merekomendasikan kepada pemerintah agar melakukan
kebijakan penetapan harga pada saat ketidaksempurnaan melanda pasar. Sebagai
contoh, apabila para penjual (arbab al-sila`) menghentikan penjualan
barang-barang mereka kecuali pada harga yang lebih tinggi dari pada harga
normal (al-qimah al-ma`rufah) dan pada saat bersamaan masyarakat membutuhkan
barang-barang tersebut, mereka akan diminta untuk menjual barang-barangnya pada
tingkat harga yang adil.
Contoh nyata dari pasar yang tidak
sempurna adalah adanya monopoli terhadap makanan dan barang-barang kebutuhan
dasar lainnya. Dalam kasus seperti ini, penguasa harus menetapkan harga (qimah
al-mitsl) terhadap transaksi jual beli mereka. Seorang monopolis jangan
dibiarkan secara bebas untuk menggunakan kekuatannya karena akan menentukan
harga semaunya yang dapat menzalimi masyarakat.
2) Musyawarah untuk Mnetapkan Harga
Sebelum menerapkan kebijakan
penetapan harga, terlebih dahulu pemerintah harus melakukan musyawarah dengan
masyarakat terkait.
Secara jelas, ia memaparkan kerugian
dan bahaya dari penetapan harga yang sewenang-wenang yang tidak akan memperoleh
dukungan luas, seperti timbulnya pasar gelap atau manipulasi kualitas tingkat
barang yang dijual pada tingkat harga yang ditetapkan. Berbagai bahaya ini
dapat direduksi, bahkan dihilangkan, apabila harga-harga ditetapkan melalui
proses musyawarah dan dengan menciptakan
rasa tanggung jawab moral serta dedikasi terhadap kepentingan publik.
Pemikiran Ibnu Taimiyah tentang
regulasi harga ini juga berlaku terhadap berbagai faktor produksi lainnya.
Seperti yang telah disinggung jasa
mereka sementara masyarakat sangat membutuhkannya atau terjadi
ketidaksempurnaan dalam pasar tenaga kerja, pemerintah harus menetapkan upah
para tenaga kerja. Tujuan penetapan harga ini adalah untuk melindungi para
majikan dan para pekerja dari aksi saling mengeksploitasi diantara mereka.
2. Uang
dan Kebijakan Moneter
a. Karakteristik dan Fungsi Uang
Secara khusus Ibnu Taimiyah
menyebutkan dua utama fingsi uang yaitu sebagai pengukur nilai dan media
pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda. Ia menyatakan,
“Atsman (harga atau yang dibayarkan
sebagai harga, yaitu uang) dimaksudkan sebagai pengukur nilai barang-barang
(mi’yar al-amwal) yang dengannya jumlah nilai barang-barang (maqadir al-amwal)
dapat diketahui; dan uang tidak pernah dimaksudkan untuk diri mereka sendiri.”
Berdasarkan pandangannya tersebut,
Ibnu Taimiyah menentang keras segala bentuk perdagangan uang, karena hal ini
berarti mengalihkan fungsi uang dari tujuan sebenarnya. Apabia uang
dipertukarkan dengan uang yang lain, pertukaran tersebut harus dilakukan secara
simultan (taqabud) dan tanpa penundaan (hulul). Dengan cara ini, seseorang
dapat mempergunakan uang sebagai sarana untuk memperoleh berbagai kebutuhannya.
b. Penurunan Nilai Mata Uang
Ibnu Taimiyah menentang keras
terjadinya penurunan nilai mata uang dan percetakan mata uang yang sangat
banyak. Ia menyatakan,
Penguasa seharusnya mencetak fulus
(mata uang selain dari emas dan perak) sesuai dengan nilai yang adil
(proporsional) atas transaksi masyarakat, tanpa menimbulkan kezaliman terhadap
mereka.
Pernyataan tersebut memperlihatkan
bahwa Ibnu Taimiyah memiliki beberapa pemikiran tentang hubungan antara jumlahh
mata uang, total volume transaksi dan tingkat harga. Pernyataanya tentang
volume fulus harus sesuai dengan proporsi jumlah transaksi yang terjadi adalah
untuk menjamin harga yang adil. Ia menganggap bahwa nilai intrinsik mata uang,
misalnya nilai logam, harus sesuai dengan daya beli di pasar sehingga tdak
seorang pun, termasuk penguasa, dapat mengambil untung dengan melebur uang
tersebut dan menjual dalam bentuk logam atau mengubah logam tersebut menjadi
koin dan memasukkannya dalam peredaram mata uang.
c. Mata Uang yang Buruk Akan Menyngkirkan
Mata Uang yang Baik
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa uang yang
berkualitas buruk akan menyingkirkan mata uang yang berkualitas baik dari
peredaran. Ia menggambarkan hal ini sebagai berikut:
“Apabila penguasa membatalkan
pengggunaan mata uang tertentu dan mencetak jenis mata uang yang lain bagi
masyarakat, hal ini akan merugikan orang-orang kaya yang memiliki uang karena
jatuhnya nilai uang lama menjadi hanya sebuah barang. Ia berarti telah
melakukan kezaliman karena menghilanhkan nlai tinggi yang semuka mereka miliki.
Lebih daripada itu, apabila nilai intrisik mata uang tersebut berbeda, hal
iniakan menjadi sebuah sumber keuntungan bagi para penjahat untuk mengumpulkan
mata uang yang buruk dan menukarnya dengan mata uang yang baik dan kemudian
mereka akan membawannya kedaerah lain dan menukarkannya dengan mata uang yang
buruk di daerah tersebut untuk dibawa lagi kedaerahnya. Dengan demikian, nilai
barang-barang masyarakat akan menjadi hancur.
Pada pernyataan tersebut, Ibnu
Taimiyah menyebutkan akibat yang terjadi atas masuknya nilai mata uang yang
buruk bagi masyarakat yang sudah trlanjur memilikinya. Jika mata uang tersebut
kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi sebagai mata uang, berarti hanya
diperlakukan sebagai barang biasa yang tidak memiliki nilai yang sama dibanding
dengan ketika berfungsi sebagai mata uang. Disisi lain, seiring dengan
kehadiran mata uang yang baru, masyarakat akan memperoleh harga yang lebih
rendah untuk barang-barang mereka.
Post a Comment