Akhir-akhir ini sering kali muncul berbagai masalah ke-Islaman yang sangat
menyita perhatian masyarakat. Mulai dari Nabi palsu, permasalahan Ahmadiyah,
hingga tentang faham Syi’ah. Hal ini sangat menyibukkan berbagai lembaga
keagamaan. Baik lembaga yang berada di bawah naungan negara seperti MUI,
Kementerian Agama, DPR komisi VIII atau lembaga Islam yang mandiri seperti NU,
Muhammadiyah dan organisasi-organisasi Islam yang lain.
Tidak sedikit
yang menganalisa bahwa kejadian-kejadian itu merupakan bagian dari permainan
politik kekuasaan. Ada juga yang mati-matian menyebutkan bahwa fenomena ini
murni bersifat ideologis. Dan ada pula yang melihat dari kaca mata ekonomi. Oleh
karena itu, sebelum kita ikut-ikutan berkomentar, alangkah baiknya jika kita
tahu duduk persoalannya. Kapan, bagaimana dan dimana mereka mulai ada? Konteks
sosial seperti apa yang mendorong lahirnya berbagai aliran tersebut? Barulah
setelah itu kita bisa memposisikan mereka dalam ruang ke-Islaman Nusantara
ini.
Dengan demikian tulisan
ini tentunya akan kembali ke masa lalu. Menelisik sejarah awal semenjak
kelahiran Islam di Makkah, kemudian perpindahan dari Rasulullah ke
khulafaurrasyidin, hingga transformasi kekuasaan ke beberapa khalifah. Dan yang
tidak bisa diabaikan adalah berbagai kondisi sosial-politik yang melingkupi
perjalanan Islam hingga muncul berbagai perbedaan pemahaman akidah.
Masyarakat Arab dan Lahirnya
Islam
Tulisan ini diawali dengan sebuah fragmen kecil yang
bercerita tentang kisah Afif al-Kindi. Afif al-Kindi adalah seorang pedagang
yang sering datang dan pergi dari dan ke Makkah. Maklumlah Makkah adalah sebuah
bandar perdagangan besar pada zamannya (hingga sekarang). Makkah adalah kota
strategis untuk berdagang. Karena semenjak zaman Nabi Ibrahim Makkah selalu
dikunjungi oleh berbagai suku dari macam-macam bangsa. Selain mempunyai tujuan
utama beribadah menziarahi Ka’bah Baitullah, orang-orang itu juga datang dengan
membawa berbagai barang dagangan untuk saling ditukarkan.
Suatu hari pada
musim haji Afif al-Kindi datang ke Makkah dengan membawa barang dagangan.
Ditengah kesibukan dagang ia berjumpa dengan al-Abbas paman Rasulullah saw.
dengan asyiknya mereka berdua saling bercengkrama. Membahas berbagai hal dan
informasi. Sebagai pedagang luar, Afif al-Kindi banyak mengorek informasi dari
al-Abbas, mulai dari masalah perdagangan, wisatawan, hingga isu-isu terbaru di
kota Makkah? Tiba-tiba saja di saat mereka tengah berbincang, mata Afif al-Kindi
menatap seorang laki-laki yang sedang shalat menghadap ka’bah lalu disusul
seorang perempuan dan seorang pemuda yang turut shalat bersamanya. Sebagai orang
asing, Afif al-Kindi melihat hal itu merupakan suatu keanehan. Maka iapun
bertanya kepada al-Abbas “agama apakah itu?”. Al-Abbas Menjawab “Itu adalah
Muhammad Ibnu Abdullah putra saudara laki-lakiku. Dia menganggap dirinya utusan
Allah (rasulullah) yang berobsesi menggulingkan Persia dan Romawi. Sedangkan
perempuan itu adalah Khodijah, istri Muhammad, ia percaya dengan apa yang
disampaikan suaminya. Dan pemuda itu adalah Ali bin Abi Thalib, ia juga percaya
pada apa yang disampaikan Muhammad”. Al-Abbas masih melanjutkan perkataannya
“Tak-ku lihat seorangpun (selain tiga orang ini) di muka bumi yang memeluk agama
ini”. Kemudian Afif al-Kindi berkata: “Semoga aku menjadi orang yang ke
empat”.
Sedari awalnya, Nabi
Muhammad saw memang menggandengkan cita-cita perjuangan Islam dengan
penggulingan dua kekuasaan dominan, yakni obsesi untuk menaklukkan imperium
Persia dan Romawi (Bizantium) sebagai adikuasa dunia saat itu. Nabi Muhammad
saw. melihat penaklukan itu sebagai jalan kesuksesan dakwah Islam di dunia
selanjutnya. Kekuasaan bukan tujuan utama, melainkan sebagai wasilah memuluskan
jalan penyebaran Islam. Di sisi lain, pemilihan isu penaklukan bangsa Romawi dan
Persia yang diangkat oleh Nabi Muahmmad saw. berfungsi untuk menarik perhatian
dan menyatukan ambisi politik masyarakat Arab. Wacaana politik ini ternnyata
turut menentukan genealogi kemunculan beberapa kelompok (firqah) dalam
Islam.
Secara sosiologis, karakter dan lingkungan Arab yang dikelilingi
padang pasir juga mempengaruhi watak bangsa Arab. Watak alami pasir itu selain
susah disatukan juga bersifat tidak stabil atau labil. Ini sesuai dengan kaedah
linguistik bahwa kata (عرب ( berarti bergerak, berubah atau labil. Sehingga
al-wasith mengungkapkan kata kerobak dengan (عربة.) Watak ini secara tidak
langsung menjadikan bangsa Arab sulit –kalau tidak mustahil- bersatu. Watak itu
juga membuat mereka menjadi bangsa yang memiliki fanatisme tinggi sekaligus
fatalisme yang mengakar. Tidak mengherankan jika mereka saling bermusuhan antar
suku (kabilah) meskipun hanya mengenai urusan sepele. Misalnya hanya karena
persoalan salah menghormati tamu berkobarlah perang fijar. Dalam Sirah Nabawiyah
Juz I, Ibn Hisyam menerangkan bahwa perang Fijar terjadi ketika Nabi saw berusia
14 tahun atau 15 tahun, perseteruan tersebut antara bani Quraisy yang didukung
Kinanah dengan Bani Qais ‘Ailan.
Di tengah-tengah bangsa seperti
itulah Allah swt. mengutus Rasulullah saw, untuk membawa misi Islam (risalah
Islamiyyah) yang lebih menekankan rehabilitasi moral (akhlaq), persaudaraan
(ukhuwah) dan persatuan. Selama kurang lebih 23 tahun beliau mampu meredam
fanatisme kesukuan yang telah tertanam dalam diri mereka menjadi fanatisme
Islam. Mereka semula bangga dengan gelar kesukuan seperti al-Taymi, al-Adiy,
al-Najjariy dan sebagainya, berubah menjadi gelar yang bertalian dengan Islam
seperti al-Siddiq, al-Faruq, al-Murtadha dan sebagainya.
Namun, prestasi
cemerlang itu tidak bisa dipertahankan terus. Persaudaraan yang tercipta pada
masa Nabi Muhammad saw, sebagai manifestasi “semangat keislaman” (ghirah
Islamiyyah) mengalami kemunduran. Sejarah mencatat bahwa setelah Rasulullah SAW
wafat bahkan sebelum jenazah beliau dimakamkan, sudah terjadi perdebatan sengit
mengenai pengganti (khalifah) nabi sebagai pemimpin Islam. Menurut banyak sumber
sejarah, diantaranya Tarikh Ibn Ishak, ta’liq Muhammad Hamidi menerangkan bahwa
Rasulullah saw. wafat pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ al-Awwal tahun 11 H.
dalam usia enam puluh tiga tahun. Namun jenazah beliau barulah dikebumikan pada
hari Rabunya Sehingga dalam waktu tiga hari para sahabat justru sibuk mengurusi
soal khalifah. Begitu juga keterangan Ibn al-Atsir dalam al-Kâmil fi aI-Târikh,
Juz II,
Perdebatan berlangsung di Saqifah Bani Sa’ad yang melibatkan
golongan Anshar (Aus dan Khazraj) dan golongan Muahajirin. Di sana terdengar
suara minor, “dari pihak kami ada seorang pemimpin, dari kamu juga ada seorang
pemimpin”. Perdebatan di Saqifah bani Sa’ad tersebut berakhir dengan terpilihnya
Abu Bakar al-Shiddiq sebagai khalifah pertama.
Reaksi atas terpilihnya
Abu Bakar sebagai khalifah segera berdatangan. Ada sebagian orang yang
menyatakan kesetiaan dengan melantik (membai’at) secara spontan. Tetapi ada juga
orang yang tidak bersedia membai’at bahkan tidak sedikit yang menyatakan keluar
dari Islam (murtad). Berikut ini suatu gambaran riddah-nya (kemurtadan) bangsa
Arab waktu itu:
“ketika Rasulullah SAW, wafat dan Abu Bakar mengirim
pasukan yang dipimpin Usamah, maka bangsa Arab murtad. Suasana menjadi panas.
Semua suku murtad kecuali suku Quraisy dan Tsaqif. Semakin kuat posisi
Musailamah dan Thulhah. Mayoritas suku Thayyi’ dan Asad berkumpul di rumah
Thulaihah. Suku Ghathfan murtad mengikuti “Uyainah ibn Hashn. Ia berkata:
seorang nabi dari kubu Asad dan Ghathfan lebih aku sukai dari pada seorang nabi
dari suku Quraisy….
Fakta sejarah di atas kalau dianalisis secara cermat
memberikan indikasi bahwa munculnya fanatisme kesukuan bangsa Arab pasca Nabi
sulit dibendung lagi. Sikap bangsa Arab yang susah untuk bersatu kambuh lagi.
Kondisi seperti itu masih ditambah lagi dengan keengganan Ali ibn Abi Thalib
untuk membai’at Abu Bakar sebagai khalifah. Baru setelah istrinya, Fatimah Zahra
binti Muhammad saw, wafat Ali menyatakan bai’at.
Pada saat itu, meskipun
umat Islam masih satu dalam masalah aqidah dan syari’ah, namun mereka sudah
mulai terkoyak-koyak dalam kehidupan politik (siyasah). Inilah yang nantinya
menjadi awal lahirnya berbagai firqah dalam Islam.
(Ulil Hadrawi, disadur
dan disarikan dari berbagai sumber)
Sumber : NU Online
Mencari Pemimpin Pengganti Nabi
Written By Unknown on Monday, 23 December 2013 | 21:12
Labels:
Syariah
Post a Comment