DokFoto: Sidogiri.net |
“Untuk apa kaum perempuan di Timur terkungkung di rumah sepanjang hidup, dan ruang mereka terpisah dari laki-laki!?”
“Karena mereka tidak ingin melahirkan anak dari selain suami mereka!” tukas Wafiq Pasha seketika.
Tokoh Eropa itu diam. Dia tak menyahut sepatah katapun.
Persis seperti pernyataan Wafiq Pasha di atas, pembatasan ketat mengenai hubungan lain jenis dalam Islam sama sekali tidak berangkat dari filosofi merendahkan kaum wanita. Satu-satunya titik tolak dari ajaran tersebut adalah untuk menjaga kehormatan mereka. Dalam Islam, kaum lelaki dan perempuan memiliki kemuliaan yang sama. Tidak ada jenis kelamin yang lebih mulia, hanya saja ruang dan posisi masing-masing memang harus berbeda. Ibarat sebuah rumah, atap tidaklah lebih mulia dan tidaklah lebih penting daripada teras, namun tugas dan posisi keduanya memang harus berbeda. Tidak boleh sama!
Hubungan yang bebas norma antara lain jenis nyaris merupakan pangkal dari seluruh kenakalan ataupun kebejatan. Hal ini merupakan penyakit mental yang paling kronis bagi sebuah bangsa. Siapapun orangnya, jika sudah terjerumus ke dalam jurang gelap pergaulan bebas, maka mentalnya akan keropos. Dia tidak akan memiliki komitmen yang kuat terhadap prinsip-prinsip dan nilai-nilai hidup yang ia pegang.
Hatta masyarakat Barat yang umumnya menganut kebebasan dalam pergaulan, mereka mengakui bahwa gaya hidup semacam itu merupakan sesuatu yang buruk bagi masa depan umat manusia. Dalam ruang lingkup duniawi, pergaulan yang bebas norma sangat berpotensi merusak semua sendi kehidupan seseorang, baik yang terkait dengan keberlangsungan karir, ilmu pengetahuan, ketenteraman keluarga, keseimbangan ekonomi, dan lain sebagainya.
Karena itulah Islam menerapkan ajaran yang benar-benar ketat mengenai pergaulan, khususnya yang terkait hubungan lain jenis. Islam cenderung memisah ruang interaksi antara lelaki dan perempuan. Sebab, masalah birahi merupakan godaan terbesar yang dapat merusak moral manusia. Dalam QS Alu Imran ayat 13, Allah menyatakan bahwa ada sekian banyak nafsu yang terlihat indah dan menipu mata manusia. Yang disebut pertama kali dalam ayat tersebut adalah syahwat terhadap perempuan.
Dalam sebuah Hadis sahih, Rasulullah bersabda, “Sepeninggalku, tidak ada godaan yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki dibandingkan godaan perempuan.” (HR al-Bukhari dari Usamah bin Zaid). Dalam Hadis sahih yang lain, beliau bersabda, “Hati-hatilah dengan (godaan) dunia dan hati-hatilah dengan (godaan) perempuan. Karena, penyebab pertama celakanya Bani Israil adalah perempuan.” (HR Muslim dari Abu Said al-Khudri).
Alkisah, Nabi Musa sempat membangun pasukan yang kuat dari umatnya, Bani Israil. Tapi, akhirnya terdapat beberapa pelacur yang menyusup ke tengah-tengah pasukan sehingga terjadilah banyak perzinahan. Maka, sejak itulah mereka terkena penyakit Tha’un. Sekitar 70 ribu orang meninggal seketika, dan hancurlah kekuatan pasukan tersebut.
Meskipun saat ini pergaulan bebas dan perzinahan tidaklah berakibat datangnya penyakit Tha’un, akan tetapi gaya hidup amoral ini telah menggoyahkan eksistensi umat melebihi serangan Tha’un. Tsunami yang menewaskan ratusan ribu orang di Aceh tidaklah membuat wilayah tersebut meratap terus menerus. Jauh berbeda dengan menjamurnya pergaulan bebas di sekolah-sekolah. Fenomena itu telah membuat bangsa ini dihantui oleh ketakutan dan kegelisahan yang tak pernah selesai.
Ketika sebuah umat atau sebuah bangsa sudah kehilangan militansi dan jati diri, maka sebenarnya mereka sudah musnah. Meski secara fisik mereka masih segar bugar, namun mereka hanyalah onggokan-onggokan tubuh yang sudah kehilangan kemanusiaannya.
Penyair legendaris Kairo, Ahmad Syauqi, menyatakan, “Yang paling penting dari bangsa-bangsa itu adalah jati diri dan moralnya… Kalau itu sudah hilang, maka sudah lenyap pulalah mereka!”
Itulah yang dipakai sebagai strategi konspirasi dalam gerakan Zionisme. Poin ke-23 dalam Protokol Zionisme menyebutkan, “Pemuda harus dikuasai dan menjadikan mereka sebagai budak-budak konspirasi dengan jalan menyebarluaskan dekadensi moral dan paham yang menyesatkan.”
Pikat utama yang digunakan oleh kaum Yahudi untuk menguasai dunia adalah dengan menggiring generasi muda untuk menjadi budak nafsu birahi. Untuk mewujudkan hal itu sangatlah mudah. Mereka tinggal memasarkan hal-hal yang menjurus pada seksualitas, semisal budaya pacaran, pakaian seksi, dunia hiburan, pergaulan bebas, pornografi, prostitusi, dan seterusnya.
Jika sebuah generasi sudah menjadi budak kesenangan dan nafsu, maka hilanglah militansi dan komitmennya terhadap nilai-nilai. Maka, pada saat itulah, mereka akan “menjual” apa saja yang mereka miliki untuk menggapai kepentingan-kepentingan sesaat, tanpa perlu berpikir panjang. Saat itulah, pengaruh Yahudi dengan sangat mudah menguasai dunia.
Sejalan dengan konspirasi ini, filosof Yahudi asal Austria, Sigmund Freud, sepertinya memang sengaja mencetuskan sebuah filsafat pergaulan yang berhasil mengelabui banyak orang. Ia mengatakan, “Bercampurnya lelaki dan perempuan membuat perasaan kita jadi bersih. Kesempatan untuk tertarik kepada lawan jenis semakin sedikit.”
Tidak sedikit orang yang tertipu dengan filosofi ini. Mereka berkesimpulan, semakin sering berkumpul semakin tidak tertarik. Logika ini sepintas benar jika hanya dilihat dari celah yang sangat sempit. Padahal, amat menyesatkan jika dilihat secara utuh.
Orang yang jarang berkumpul dengan lain jenis boleh jadi memang memiliki gairah yang lebih tinggi. Namun demikian, gairah tersebut hanya muncul sewaktu-waktu jika ada rangsangan. Jika tidak ada rangsangan, maka gairah tersebut akan tersumbat atau minimal hanya bertahan sebentar. Kalaupun gairah tersebut muncul, maka dia cenderung memiliki kekuatan untuk menahan karena tidak adanya sasaran dan kesempatan.
Bahkan, jika mau obyektif, sebetulnya tidak ada satupun orang yang berpikiran bahwa seringnya berkumpul dengan lawan jenis membuat gairah birahi jadi turun, apalagi hilang. Gairah birahi justru meletup secara terus menerus karena adanya godaan, rangsangan, kesempatan dan sasaran. Dan, kenyataannya, masyarakat Eropa-Amerika yang menerapkan kebebasan pergaulan justru memiliki angka pemerkosaan, perselingkuhan, perzinahan dan prostitusi yang jauh lebih tinggi dibanding negara-negara Arab yang menerapkan pembatasan relatif ketat antar lain jenis.
Berdasarkan semua itu, satu-satunya jalan yang paling aman dan sempurna untuk menyelamatkan generasi muda dari pengaruh pergaulan bebas adalah dengan mengikuti ajaran Islam mengenai aturan aurat dan pembatasan ruang interaksi antar lain jenis. Lelaki harus menutup mata, dan perempuan harus menutup aurat. Lelaki berada di ruang yang lebih luas, sedangkan perempuan berada di ruang yang lebih terbatas. Inilah keadilan dan keseimbangan gender yang pasti membawa kebaikan bagi masa depan umat manusia seluruhnya.
Penulis: Ahmad Dairobi
Sumber : Sidogiri.net
Post a Comment