Ahdi Popos - Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla masih memimpin popularitas dukungan masyarakat dengan 42,3 persen, unggul dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang dipilih oleh 35,3 persen. Namun, dengan perbedaan sekitar 7 persen, masih mungkin terjadi perubahan karena jumlah warga yang belum menentukan pilihan cukup besar.
Hasil survei ini memperlihatkan ketatnya persaingan dan perebutan pengaruh, baik dalam dimensi kewilayahan maupun kelompok sosial. Sebanyak 22,4 persen responden yang belum menentukan pilihannya akan menjadi lahan perebutan pengaruh yang sangat menentukan kemenangan.
Dinamika politik hari-hari ke depan yang terjadi di sejumlah daerah dan perubahan pandangan pada kelompok-kelompok sosial akan turut berperan memperlebar atau mempersempit margin suara antarkandidat.
Jawa dan Sumatera
Wilayah Pulau Jawa dengan jumlah pemilih 58 persen dan Sumatera 21 persen dari total jumlah pemilih Indonesia menjadi lahan perebutan suara yang paling ketat.
Ketatnya persaingan tersebut terlihat dari hasil survei. Di Jawa, suara untuk pasangan Jokowi-JK hanya terpaut tipis, unggul sekitar 4,5 persen dari pasangan Prabowo-Hatta. Di Sumatera, perbedaan suara lebih berimbang, keunggulan Jokowi-JK hanya terpaut 4,1 persen dari pesaingnya.
Wilayah Jawa seolah terbelah dua yang memperlihatkan pola dukungan yang berbeda. Jawa bagian barat, khususnya Provinsi Banten dan Jawa Barat, dukungan untuk pasangan Prabowo-Hatta terlihat lebih kuat daripada Jokowi-JK. Sebaliknya, di Jawa bagian timur, yakni Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, pilihan lebih banyak dijatuhkan kepada Jokowi-JK.
DKI Jakarta sebagai barometer perpolitikan nasional mencerminkan persaingan yang sangat ketat sekaligus kuatnya fanatisme kepada setiap kandidat. Sedikitnya jumlah pemilih yang belum menentukan pilihan (12,2 persen) menunjukkan bahwa Jakarta sebagai wilayah yang relatif sudah sulit untuk berubah.
Wilayah Jawa yang masih sangat mungkin untuk berubah adalah Provinsi Jawa Timur. Meski ada kecenderungan kemenangan tipis untuk Jokowi-JK, sesungguhnya mereka masih sulit diprediksi menang.
Wilayah Nahdlatul Ulama terbesar yang menjadi basis Partai Kebangkitan Bangsa ini masih menyisakan keraguan yang sangat kentara. Di sini, mereka yang belum menentukan pilihan masih 27 persen, terbesar di antara semua wilayah Jawa.
Kelas sosial
Sejauh ini pasangan calon nomor urut satu, Prabowo-Hatta, lebih banyak dipilih oleh kalangan sosial berpendidikan tinggi, kaum penganggur, pegawai negeri sipil, dan pegawai swasta. Pemilih pasangan ini juga lebih banyak dari kalangan laki-laki dibandingkan pemilih perempuan.
Sebaliknya, pasangan Jokowi- JK cenderung lebih menarik minat kaum perempuan dan ibu rumah tangga. Pasangan ini juga mampu menarik perhatian kalangan berpendidikan rendah, kelas sosial menengah ke bawah, serta pelajar dan mahasiswa. Petani dan nelayan juga lebih banyak mendukung pasangan ini.
Hasil survei ini memperlihatkan ketatnya persaingan dan perebutan pengaruh, baik dalam dimensi kewilayahan maupun kelompok sosial. Sebanyak 22,4 persen responden yang belum menentukan pilihannya akan menjadi lahan perebutan pengaruh yang sangat menentukan kemenangan.
Dinamika politik hari-hari ke depan yang terjadi di sejumlah daerah dan perubahan pandangan pada kelompok-kelompok sosial akan turut berperan memperlebar atau mempersempit margin suara antarkandidat.
Jawa dan Sumatera
Wilayah Pulau Jawa dengan jumlah pemilih 58 persen dan Sumatera 21 persen dari total jumlah pemilih Indonesia menjadi lahan perebutan suara yang paling ketat.
Ketatnya persaingan tersebut terlihat dari hasil survei. Di Jawa, suara untuk pasangan Jokowi-JK hanya terpaut tipis, unggul sekitar 4,5 persen dari pasangan Prabowo-Hatta. Di Sumatera, perbedaan suara lebih berimbang, keunggulan Jokowi-JK hanya terpaut 4,1 persen dari pesaingnya.
Wilayah Jawa seolah terbelah dua yang memperlihatkan pola dukungan yang berbeda. Jawa bagian barat, khususnya Provinsi Banten dan Jawa Barat, dukungan untuk pasangan Prabowo-Hatta terlihat lebih kuat daripada Jokowi-JK. Sebaliknya, di Jawa bagian timur, yakni Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, pilihan lebih banyak dijatuhkan kepada Jokowi-JK.
DKI Jakarta sebagai barometer perpolitikan nasional mencerminkan persaingan yang sangat ketat sekaligus kuatnya fanatisme kepada setiap kandidat. Sedikitnya jumlah pemilih yang belum menentukan pilihan (12,2 persen) menunjukkan bahwa Jakarta sebagai wilayah yang relatif sudah sulit untuk berubah.
Wilayah Jawa yang masih sangat mungkin untuk berubah adalah Provinsi Jawa Timur. Meski ada kecenderungan kemenangan tipis untuk Jokowi-JK, sesungguhnya mereka masih sulit diprediksi menang.
Wilayah Nahdlatul Ulama terbesar yang menjadi basis Partai Kebangkitan Bangsa ini masih menyisakan keraguan yang sangat kentara. Di sini, mereka yang belum menentukan pilihan masih 27 persen, terbesar di antara semua wilayah Jawa.
Kelas sosial
Sejauh ini pasangan calon nomor urut satu, Prabowo-Hatta, lebih banyak dipilih oleh kalangan sosial berpendidikan tinggi, kaum penganggur, pegawai negeri sipil, dan pegawai swasta. Pemilih pasangan ini juga lebih banyak dari kalangan laki-laki dibandingkan pemilih perempuan.
Sebaliknya, pasangan Jokowi- JK cenderung lebih menarik minat kaum perempuan dan ibu rumah tangga. Pasangan ini juga mampu menarik perhatian kalangan berpendidikan rendah, kelas sosial menengah ke bawah, serta pelajar dan mahasiswa. Petani dan nelayan juga lebih banyak mendukung pasangan ini.
Peluang berubah besar
Meski dukungan kepada kedua kubu sudah cenderung mengeras, sesungguhnya peluang berubah masih tetap ada karena ruang yang tersisa di luar arena pendukung fanatik kedua pasangan kandidat masih cukup lebar.
Jumlah yang resisten terhadap calon nomor urut satu, Prabowo-Hatta, berdasarkan survei, disuarakan oleh 33,6 persen suara. Sebaliknya, yang menolak pasangan Jokowi-JK berkisar 30,6 persen.
Di luar suara kedua kelompok pendukung fanatik tersebut masih tersisa 35,8 persen. Dari jumlah itu, yang menjatuhkan pilihannya kepada Jokowi-JK sebanyak 27,2 persen, sedangkan Prabowo-Hatta sebanyak 19 persen. Sisanya, 53,8 persen, akan sangat bergantung pada perkembangan politik ke depan.
Pergeseran pemilih
Hasil survei longitudinal dengan responden yang sama ini juga memberikan gambaran telah terjadinya pergeseran pemilih meski kecil.
Mereka yang sebelum Pemilu Legislatif (9 April 2014) memilih Prabowo Subianto cukup solid untuk terus mendukung pasangan Prabowo-Hatta (84,5 persen). Demikian juga dengan pemilih yang tadinya memilih Joko Widodo, kini, juga cenderung memilih pasangan Jokowi-JK (80,6 persen).
Meski demikian, sebanyak 6,7 persen suara pemilih Prabowo ada yang lari ke pasangan lawannya dalam dua bulan terakhir. Sebaliknya, sebanyak 5,9 persen pemilih Jokowi berpindah ke Prabowo-Hatta.
Debat kandidat dan isu-isu baru yang strategis dalam 18 hari ke depan akan memainkan peranan besar dalam menarik dukungan.
Hasil Pemilu Presiden 9 Juli nanti akan sangat bergantung pada apakah salah satu kubu akan lebih mampu menarik massa mengambang dan pemilih yang masih ragu-ragu ke kubunya atau tidak. (Litbang Kompas)
Meski dukungan kepada kedua kubu sudah cenderung mengeras, sesungguhnya peluang berubah masih tetap ada karena ruang yang tersisa di luar arena pendukung fanatik kedua pasangan kandidat masih cukup lebar.
Jumlah yang resisten terhadap calon nomor urut satu, Prabowo-Hatta, berdasarkan survei, disuarakan oleh 33,6 persen suara. Sebaliknya, yang menolak pasangan Jokowi-JK berkisar 30,6 persen.
Di luar suara kedua kelompok pendukung fanatik tersebut masih tersisa 35,8 persen. Dari jumlah itu, yang menjatuhkan pilihannya kepada Jokowi-JK sebanyak 27,2 persen, sedangkan Prabowo-Hatta sebanyak 19 persen. Sisanya, 53,8 persen, akan sangat bergantung pada perkembangan politik ke depan.
Pergeseran pemilih
Hasil survei longitudinal dengan responden yang sama ini juga memberikan gambaran telah terjadinya pergeseran pemilih meski kecil.
Mereka yang sebelum Pemilu Legislatif (9 April 2014) memilih Prabowo Subianto cukup solid untuk terus mendukung pasangan Prabowo-Hatta (84,5 persen). Demikian juga dengan pemilih yang tadinya memilih Joko Widodo, kini, juga cenderung memilih pasangan Jokowi-JK (80,6 persen).
Meski demikian, sebanyak 6,7 persen suara pemilih Prabowo ada yang lari ke pasangan lawannya dalam dua bulan terakhir. Sebaliknya, sebanyak 5,9 persen pemilih Jokowi berpindah ke Prabowo-Hatta.
Debat kandidat dan isu-isu baru yang strategis dalam 18 hari ke depan akan memainkan peranan besar dalam menarik dukungan.
Hasil Pemilu Presiden 9 Juli nanti akan sangat bergantung pada apakah salah satu kubu akan lebih mampu menarik massa mengambang dan pemilih yang masih ragu-ragu ke kubunya atau tidak. (Litbang Kompas)
Editor : Herdiyono
Sumber: Kompas.com
Post a Comment