(Keputusan
Munas Alim Ulama Lampung, 1992)
Ahdi Popos |
1.
Definisi Asuransi
Menurut KUHP Pasal 246:
"Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena: suatu kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang di harapkan, yang mungkin akan diderita karena
sesuatu yang tak tertentu."
2.
Macam-macam Asuransi
2.1. Asuransi kerugian adalah asuransi yang
memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau
benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana
pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa:
- Kehilangan nilai
pakai atau
- Kekurangan nilainya atau
- Kehilangan keuntungan yang
diharapkan oleh tertanggung.
Penanggung
tidak harus membayarganti rugi kepadatertanggung kalau selama jangka waktu
perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang
dipertanggungkan.
2.2.
Asuransi jiwa adalah perjanjian tentang pembayaran uang dengan nikmat dari premi
dan yang berhubungan dengan hidup atau matinya seseorang termasuk juga
perjanjian asuransi kembali uang dengan pengertian catatan dengan perjanjian
dimaksud tidak termasuik perjanjian asuransi kecelakaan (yang masuk dalam
asuransi kerugian) berdasarkan pasal I a Bab I Staatblad 1941 - 101).
Dalam
asuransi jiwa (yang mengandung SAVING) penanggung akan tetap mengembalikan
jumlah uang yang diperjanjikan, kepada tertanggung
- Kalau tertanggung
meninggalkan dalam massa berlaku perjanjian, atau
- Pada saat
berakhirnyajangka waktu perjanjian keperluannya suka rela.
2.3.
Asuransi Sosial Ialah asuransi yang memberikan jaminan kepada masyarakat dan
diselenggarakan oleh pemerintah, yaitu:
- Asuransi kecelakaan lalu lintas
(jasa raharja).
- Asuransi TASPEN,
ASTEK. ASKES, ASABRI.
Sifat
asuransi sosial
- Dapat bersifat asuransi kerugian
- Dapat bersifat asuransi jiwa.
Hukum
Asuransi
1. Asuransi Sosial
Asuransi sosial diperbolehkan dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1.1. Asuransi sosial tidak termasuk akad
mu'awadlah, tetapi merupakan syirkah ta'awuniyah.
1.2. Diselenggarakan oleh
Pemerintah. Sehingga kalau ada ruginya ditanggung oleh Pemerintah, dan kalau ada
untungnya dikembalikan untuk kepentingan masyarakat.
2.
Asuransi kerugian, diperbolehkan dengan syarat apabila memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
2.1. Apabila asuransi kerugian tersebut
merupakan persyaratan bagi obyek-obyek yang menjadi agunan bank.
2.2. Apabila
asuransi kerugian tersebut tidak dapat dihindari, karena terkait oleh
ketentuan-ketentuan Pemerintah, seperti asuransi untuk barang-barang yang di
impor dan diekspor.
3.
Asuransi jiwa hukumnya haram kecuali apabila memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
3.1. Apabila asuransi jiwa tersebut mengandung unsur saving
(tabungan).
3.2. Pada waktu menyerahkan uang premi, pihak tertanggung beniat
untuk menabung untungnya pada pihak penanggung (perusahaan asuransi).
3.3.
Pihak penanggung bemiat menyimpan uang tabungan milik pihak tertanggung dengan
cara-cara yang dibenarkan/dihalalkan oleh syariat agama Islam.
3.4.
Apabila sebelum jatuh tempo yang telah disepakati bersama antara pihak
tertanggung dan pihak menanggung seperti yang telah disebutkan dalam polis
(surat perjanjian). ternyata pihak penanggung sangat memerlukan (keperluan yang
bersifat darurat) uang tabungannva, maka pihak tertanggung dapat mengambil atau
mcnarik kemballi sejumlah uang simpanannya dari pihak penanggung dan pihak
penanggung berkewajiban menyerahkan sejumlah uang tersebut kepadanya.
3.5.
Apabila pada suatu ketika pihak tertanggung terpaksa tidak dapat membayar uang
premi, maka :
3.5.1. Uang premi tersebut menjadi hutang yang dapat diangsur
oleh pihak tertanggung pada waktu-waktu pembayaran uang premi
berikutnya.
3.5.2. Hubungan antara pihak tertanggung dan pihak penanggung
dinyatakan tidak putus.
3.5.3. Uang tabungan milik pihak tertanggung tidak
dinyatakan hangus oleh pihak penanggung.
3.5.4. Apabila sebelum jatuh tempo
pihak tertanggung meninggal dunia, maka ahli warisnya berhak untuk mengambil
sejumlah uang simpanannya, sedang pihak penanggung berkewajiban mengembalikan
sejumlah uang tersebut.
4.
Para musyawirin mendukung dan menyetujui berdirinya asuransi secara Islam.
5.
Sebelum tercapainya cita-cita terwajudnya Asuransi Islam hendaknya sistem
perasuransian yang ada sekarang ini diperbaiki dengan menghilangkan unsur-unsur
yang terlarang, sehingga tidak bertentangan dengan tuntunan ajaran Islam.
Sumber: NU Online
Sumber: NU Online
Post a Comment