Ahdi Popos - Jakarta - Anggota Tim Pemenangan Prabowo-Hatta Fahri Hamzah kembali memancing kontroversi. Pada hari Kamis, 27 Juni 2014 politisi PKS ini menulis di laman twitternya komentar dia setelah menonton di televisi berita yang meliput calon presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan dalam kunjungannya ke Pondok Pesantren Babussalam di Banjarejo, Pagelaran, Malang, Jawa Timur.
Dari akun twitter @fahrihamzah yang bertanggal 27/6/2014 pukul 10.40 dia menulis. "Jokowi janji 1 Muharram hari Santri. Demi dia terpilih 360 hari akan dijanjikan ke semua orang. Sinting!"
Komentar Fahri Hamzah, kontan membuat Tim Advokasi Komite Pemenangan pasangan calon presiden dan wakil presien Jokowi-JK melaporkan Fahri Hamzah ke Badan Pengawas Pemilu. (Bawaslu).
"Pernyataan Fahri yang melecehkan dan merendahkan itu jelas melanggar Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden (Pilpres) Pasal 41 ayat 1 huruf C bahwa pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan calon lain," kata Ketua Komite Advokasi Pemenangan Jokowi-JK, Mixil Mina Munir, di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin 30 Juni 2014, seperti dikutip kompas.com.
Menurut Mixil, anggota Komisi III DPR itu menghina Jokowi "sinting" lantaran akan menjadikan 1 Muharam dalam tahun Islam sebagai Hari Santri Nasional.
Padahal, kata dia, rencana Jokowi itu mendapat respons positif dari kalangan ulama dan santri. Maka dari itu, ucapan Fahri di akun Twitter pribadinya diduga masuk kategori pelanggaran pemilu karena dinilai melecehkan dan merendahkan kaum santri.
Sementara itu, Marwan Jafar, Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai bahwa komentar Fahri Hamzah di Twitter itu ibarat menantang perang kaum santri.
"Pernyataan Fahri ibarat tantangan perang terbuka kepada kiai, pesantren dan santri yang menyambut gembira janji Jokowi 1 Muharam sebagai Hari Santri," kata Marwan Jafar kepada wartawan detikcom, Selasa 1 Juli 2014. (Baca: Sholahudin Wahid: Hari Santri Nasional Baru Angin Surga)
Menurut Marwan, tidak ada satupun pihak yang mengingkari peran dan perjuangan santri dan pesantren sejak zaman merebut kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan maupun mengisi pembangunan. Pernyataan Fahri Hamzah (PKS) dinilai melecehkan peranan dan eksistensi santri maupun pesantren di seluruh penjuru tanah air.
"Kami meminta agar Fahri Hamzah menarik ucapan tersebut dan dalam waktu 1 x 24 jam ke depan, Fahri Hamzah harus meminta maaf kepada jutaan santri maupun Pak Jokowi sendiri," tegas Marwan.
Padahal pencanangan Hari Santri Nasional itu merupakan permintaan dari Ponpes Babussalam yang disampaikan oleh pimpinan ponpes KH Thoriq Darwis kepada calon presiden Joko Widodo.
Protes serupa muncul dari Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (KBNU). Melalui ketuanya, Sultonul Huda, KBNU menilai pernyataan Fahri itu telah melecehkan dan menghina kelompok santri. Pernyataan Fahri, kata dia, adalah bukti bahwa legislator asal Partai Keadilan Sejahtera itu (PKS) itu tidak paham dengan kontribusi santri.
"Fahri tidak paham peran sejarah berdirinya bangsa Indonesia yang melibatkan kaum santri dari pra kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan sampai sekarang. Kami akan melawan sampai titik darah penghabisan ucapan jorok Fahri itu," ujar Sulton dalam rilisnya, kepada wartawan, Senin 30 Juni 2014 seperti dikutip jpnn.com.
Pernyataan Fahri Hamzah itu, kata Sulton, akan membuat kelompok santri Indonesia tidak berpihak pada pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Pasalnya, Fahri merupakan bagian dari tim pemenangan pasangan nomor urut 1 tersebut.
"Tim Prabowo-Hatta melalui Fahri (PKS) sudah jelas-jelas antisantri. PKS adalah penumpang gelap di dalam perjalanan bangsa kita dan penumpang gelap reformasi," tegasnya.
Sementara Ketua Umum GP Ansor, Nusron Wahid, menilai Anggota Tim Pemenangan Prabowo-Hatta Fahri Hamzah tak memahami sejarah Islam hingga menganggap Jokowi Sinting karena akan menjadikan 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional.
Menurut Nusron, Jokowi jauh lebih baik karena menebar kebaikan-kebaikan yang sifatnya inspiratif seperti Hari Santri, Hari Inovasi Nasional, Hari Buruh dan lain-lain. Itu jauh lebih baik daripada menebar janji kekuasaan dan kursi menteri kepada semua pendukungnya.
"Lagian dengan memberikan Hari Santri Nasional itu, apakah mengganggu produktivitas bangsa Indonesia? Saya kira lebih banyak manfaatnya dari pada mudharatnya," kata Nusron di Jakarta, Senin 30 Juni 2014 seperti dikutip beritasatu.com.
"Fahri itu orang tidak tahu dan memahami sejarah Islam. 1 Muharram itu hari sakral, sebab hari itu merupakan momentum hijrah."
Menurutnya, hijrah itu seharusnya tak hanya dimaknai simbolik sebagai perjalanan dari Makkah menuju Madinah. Tapi juga revolusi mental dari substansi hijrah yang dikontekskan dengan keadaan di Indonesia. Yakni Hijrah dari pemerintahan yang korup menuju pemerintahan yang bersih.
"Kalau gagasan itu dianggap sinting, berarti yang menganggap sinting adalah bahlul dan sontoloyo, dan tidak bisa memaknai hijrah dalam konteks santri di Indonesia," tegasnya.
Sedangkan Koordinator Nasional Laskar Santri Nusantara (LSN) Mohammad Utomo menilai pernyataan Politisi PKS Fahri Hamzah yang menyebut Jokowi sinting karena menjanjikan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional adalah cerminan amnesia sejarah, sempit pandangan dan dangkal pemahaman sejarah.
"Kami sebagai bagian dari santri sungguh merasa terlecehkan, terhinakan dan dilukai karena pernyataan Fahri Hamzah. Karena kami bukan warga negara yang sinting. Tapi kami bagian penting dari negeri ini yang punya peranan nyata membangun negeri," kata Moh Utomo, di Jakarta, Senin 30 Juni 2014, seperti dikutip beritasatu.com.
Karena itu, LSN meminta agar Fahri menarik ucapan tersebut dan dalam waktu 24 jam ke depan. Menurutnya, Fahri harus meminta maaf kepada jutaan santri seluruh Indonesia.
Selain itu, LSN meminta agar pasangan Prabowo-Hatta mengajari kepada seluruh tim suksesnya untuk tidak melecehkan santri.
"Jika Prabowo-Hatta mendiamkan saja perilaku antisantri dari Fahri Hamzah tersebut, maka sama saja artinya Prabowo-Hatta juga melecehkan dan meremehkan santri se-Indonesia," katanya.
Karena itu, LSN menyerukan kepada seluruh santri dan pesantren se-Indonesia untuk tidak memilih pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta pada Pilpres 9 Juli mendatang karena telah melecehkan Santri se-Indonesia. (skj)
Dari akun twitter @fahrihamzah yang bertanggal 27/6/2014 pukul 10.40 dia menulis. "Jokowi janji 1 Muharram hari Santri. Demi dia terpilih 360 hari akan dijanjikan ke semua orang. Sinting!"
Komentar Fahri Hamzah, kontan membuat Tim Advokasi Komite Pemenangan pasangan calon presiden dan wakil presien Jokowi-JK melaporkan Fahri Hamzah ke Badan Pengawas Pemilu. (Bawaslu).
"Pernyataan Fahri yang melecehkan dan merendahkan itu jelas melanggar Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden (Pilpres) Pasal 41 ayat 1 huruf C bahwa pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan calon lain," kata Ketua Komite Advokasi Pemenangan Jokowi-JK, Mixil Mina Munir, di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin 30 Juni 2014, seperti dikutip kompas.com.
Menurut Mixil, anggota Komisi III DPR itu menghina Jokowi "sinting" lantaran akan menjadikan 1 Muharam dalam tahun Islam sebagai Hari Santri Nasional.
Padahal, kata dia, rencana Jokowi itu mendapat respons positif dari kalangan ulama dan santri. Maka dari itu, ucapan Fahri di akun Twitter pribadinya diduga masuk kategori pelanggaran pemilu karena dinilai melecehkan dan merendahkan kaum santri.
Sementara itu, Marwan Jafar, Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai bahwa komentar Fahri Hamzah di Twitter itu ibarat menantang perang kaum santri.
"Pernyataan Fahri ibarat tantangan perang terbuka kepada kiai, pesantren dan santri yang menyambut gembira janji Jokowi 1 Muharam sebagai Hari Santri," kata Marwan Jafar kepada wartawan detikcom, Selasa 1 Juli 2014. (Baca: Sholahudin Wahid: Hari Santri Nasional Baru Angin Surga)
Menurut Marwan, tidak ada satupun pihak yang mengingkari peran dan perjuangan santri dan pesantren sejak zaman merebut kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan maupun mengisi pembangunan. Pernyataan Fahri Hamzah (PKS) dinilai melecehkan peranan dan eksistensi santri maupun pesantren di seluruh penjuru tanah air.
"Kami meminta agar Fahri Hamzah menarik ucapan tersebut dan dalam waktu 1 x 24 jam ke depan, Fahri Hamzah harus meminta maaf kepada jutaan santri maupun Pak Jokowi sendiri," tegas Marwan.
Padahal pencanangan Hari Santri Nasional itu merupakan permintaan dari Ponpes Babussalam yang disampaikan oleh pimpinan ponpes KH Thoriq Darwis kepada calon presiden Joko Widodo.
Protes serupa muncul dari Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (KBNU). Melalui ketuanya, Sultonul Huda, KBNU menilai pernyataan Fahri itu telah melecehkan dan menghina kelompok santri. Pernyataan Fahri, kata dia, adalah bukti bahwa legislator asal Partai Keadilan Sejahtera itu (PKS) itu tidak paham dengan kontribusi santri.
"Fahri tidak paham peran sejarah berdirinya bangsa Indonesia yang melibatkan kaum santri dari pra kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan sampai sekarang. Kami akan melawan sampai titik darah penghabisan ucapan jorok Fahri itu," ujar Sulton dalam rilisnya, kepada wartawan, Senin 30 Juni 2014 seperti dikutip jpnn.com.
Pernyataan Fahri Hamzah itu, kata Sulton, akan membuat kelompok santri Indonesia tidak berpihak pada pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Pasalnya, Fahri merupakan bagian dari tim pemenangan pasangan nomor urut 1 tersebut.
"Tim Prabowo-Hatta melalui Fahri (PKS) sudah jelas-jelas antisantri. PKS adalah penumpang gelap di dalam perjalanan bangsa kita dan penumpang gelap reformasi," tegasnya.
Sementara Ketua Umum GP Ansor, Nusron Wahid, menilai Anggota Tim Pemenangan Prabowo-Hatta Fahri Hamzah tak memahami sejarah Islam hingga menganggap Jokowi Sinting karena akan menjadikan 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional.
Menurut Nusron, Jokowi jauh lebih baik karena menebar kebaikan-kebaikan yang sifatnya inspiratif seperti Hari Santri, Hari Inovasi Nasional, Hari Buruh dan lain-lain. Itu jauh lebih baik daripada menebar janji kekuasaan dan kursi menteri kepada semua pendukungnya.
"Lagian dengan memberikan Hari Santri Nasional itu, apakah mengganggu produktivitas bangsa Indonesia? Saya kira lebih banyak manfaatnya dari pada mudharatnya," kata Nusron di Jakarta, Senin 30 Juni 2014 seperti dikutip beritasatu.com.
"Fahri itu orang tidak tahu dan memahami sejarah Islam. 1 Muharram itu hari sakral, sebab hari itu merupakan momentum hijrah."
Menurutnya, hijrah itu seharusnya tak hanya dimaknai simbolik sebagai perjalanan dari Makkah menuju Madinah. Tapi juga revolusi mental dari substansi hijrah yang dikontekskan dengan keadaan di Indonesia. Yakni Hijrah dari pemerintahan yang korup menuju pemerintahan yang bersih.
"Kalau gagasan itu dianggap sinting, berarti yang menganggap sinting adalah bahlul dan sontoloyo, dan tidak bisa memaknai hijrah dalam konteks santri di Indonesia," tegasnya.
Sedangkan Koordinator Nasional Laskar Santri Nusantara (LSN) Mohammad Utomo menilai pernyataan Politisi PKS Fahri Hamzah yang menyebut Jokowi sinting karena menjanjikan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional adalah cerminan amnesia sejarah, sempit pandangan dan dangkal pemahaman sejarah.
"Kami sebagai bagian dari santri sungguh merasa terlecehkan, terhinakan dan dilukai karena pernyataan Fahri Hamzah. Karena kami bukan warga negara yang sinting. Tapi kami bagian penting dari negeri ini yang punya peranan nyata membangun negeri," kata Moh Utomo, di Jakarta, Senin 30 Juni 2014, seperti dikutip beritasatu.com.
Karena itu, LSN meminta agar Fahri menarik ucapan tersebut dan dalam waktu 24 jam ke depan. Menurutnya, Fahri harus meminta maaf kepada jutaan santri seluruh Indonesia.
Selain itu, LSN meminta agar pasangan Prabowo-Hatta mengajari kepada seluruh tim suksesnya untuk tidak melecehkan santri.
"Jika Prabowo-Hatta mendiamkan saja perilaku antisantri dari Fahri Hamzah tersebut, maka sama saja artinya Prabowo-Hatta juga melecehkan dan meremehkan santri se-Indonesia," katanya.
Karena itu, LSN menyerukan kepada seluruh santri dan pesantren se-Indonesia untuk tidak memilih pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta pada Pilpres 9 Juli mendatang karena telah melecehkan Santri se-Indonesia. (skj)
Editor : Herdiyono
Sumber : Tribunnews.com
Post a Comment